Word for These Days

Never become Weak. Never Give up!!! [SHINee a-yo]

Jumat, 16 Juli 2010

LUKA

WOUND HEALING

I. PENDAHULUAN

Luka atau vulnera adalah hilangnya kontinuitas dari jaringan tubuh baik pada kulit, membran mukosa, otot dan saraf. Keadaan ini dapat disebabkan oleh trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia, sengatan listrik, atau gigitan hewan.

Penyembuhan luka yang normal memerlukan suatu rangkaian peristiwa yang kompleks yang terjadi secara simultan pada jaringan epidermis, dermis dan subkutis, itu suatu yang mudah membedakan penyembuhan pada epidermis dengan penyembuhan pada dermis dan perlu diingat bahwa peristiwa itu terjadi pada saat yang bersamaan. Proses yang kemudian terjadi pada jaringan yang rusak ini ialah penyembuhan luka yang dibagi dalam tiga fase yaitu fase inflamasi, fase proliferasi dan fase remodelling jaringan yang bertujuan untuk menggabungkan bagian luka dan mengembalikan fungsinya.

II. KLASIFIKASI LUKA

Jenis-jenis luka dapat dibagi atas dua bagian, yaitu luka terbuka dan luka tertutup

1. Luka terbuka; terbagi pada luka tajam dan luka tumpul

a) Luka tajam

- Vulnus scissum adalah luka sayat atau luka iris yang ditandai dengan tepi luka berupa garis lurus dan beraturan.

- Vulnus ictum atau luka tusuk adalah luka akibat tusukan benda runcing yang biasanya kedalaman luka lebih daripada lebarnya.

b) Luka tumpul

- Luka tusuk tumpul

- Vulnus sclopetorum atau luka karena peluru (tembakan).

- Vulnus laceratum atau luka robek adalah luka dengan tepi yang tidak beraturan, biasanya oleh karena tarikan atau goresan benda tumpul.

- Vulnus penetratum

- Vulnus avulsi

- Fraktur terbuka

- Vulnus caninum adalah luka karena gigitan binatang.

2. Luka Tertutup

- Ekskoriasi atau luka lecet atau gores adalah cedera pada permukaan epidermis akibat bersentuhan dengan benda berpermukaan kasar atau runcing.

- Vulnus contussum ( luka memar ); di sini kulit tidak apa-apa, pembuluh darah subkutan dapat rusak, sehingga terjadi hematom. Bila hematom kecil, maka ia akan diserap oleh jaringan sekitarnya. Bila hematom besar, maka penyembuhan berjalan lambat.

- Bulla akibat luka bakar

- Hematoma

- Sprain ; kerusakan (laesi) pd ligamen- ligamen / kapsul sendi

- Dislokasi ; terjadi pada sendi- sendi, hubungan tulang - tulang di sendi lepas / menjadi tdk normal sebagian

- Fraktur tertutup

- Laserasi organ interna/ Vulnus traumaticum; terjadi di dalam tubuh, tetapi tidak tampak dari luar. Dapat memberikan tanda-tanda dari hematom hingga gangguan sistem tubuh. Bila melibatkan organ vital, maka penderita dapat meninggal mendadak.

III. JENIS-JENIS PENYEMBUHAN LUKA

Penyembuhan luka dapat terjadi secara :

I.Per Primam

Yaitu penyembuhan yang terjadi setelah segera diusahakan bertautnya tepi luka biasanya dengan jahitan. Luka-luka yang bersih sembuh dengan cara ini, misalnya luka operasi dan luka kecil yang bersih. Penyembuhannya tanpa komplikasi, penyembuhan dengan cara ini berjalan cepat dan hasilnya secara kosmetis baik.

Fase-fase penyembuhan luka : 1) fase perlekatan luka, terjadi karena adanya fibrinogen dan limfosit, dan terjadi dalam 24 jam pertama. 2) fase aseptik peradangan, terjadi kalor, dolor, rubor, tumor dan functio laesa, pembuluh darah melebar dan leukosit serum melebar, sehingga terjadi edema. Terjadi setelah 24 jam. 3) fase pembersihan ( initial phase ), karena edema, leukosit banyak keluar untuk memfagositosis jaringan yang telah mati. 4) fase proliferasi, pada hari ketiga, fibroblas dan kapiler menutup luka bersama jaringan kolagen dan makrofag. Semua ini membentuk jaringan granulasi. Terjadi penutupan luka, kemudian terjadi epitelisasi. Pada hari ketujuh penyembuhan luka telah bagus. Berdasarkan hal ini pada luka bersih, (kecuali pada daerah yang banyak bergerak) jahitan dibuka minimal pada hari ke-7.

Fase-fase penyembuhan luka terbagi atas 3 :

1.Fase inflamasi

Peristiwa awal yang terjadi pada penyembuhan luka yaitu fase inflamasi, merupakan respons vaskuler dan seluler terhadap luka. Inflamasi dapat terjadi melalui aksi neutrofil, makrofag, dan limfosit yang di mediasi oleh growth factor dan mikrovaskuler dan perdarahan. Kemudian terjadi vasokonstriksi selama 5-10 menit yang diperantarai oleh epinefrin, prostaglandin, serotonin dan tromboxan. Vasokonstriksi menyebabkan luka menjadi pucat, mengurangi perdarahan, membantu agregasi platelet, dan menjaga agar komponen-komponen penyembuhan luka tetap berada dalam luka. Platelet yang diaktivasi oleh trombin akan melepaskan IGF-1, TGFα, TGFβ, dan PDGF, yang akan menyebabkan leukosit dan fibroblast berkumpul di dalam luka.

Fase inflamasi berlangsung sejak terjadinya luka sampai kira-kira hari ke-5. Segera setelah timbulnya luka, terjadi vasokonstriksi luka yang menghentikan perdarahan, dan darah dalam luka akan membeku. Dalam waktu 5 - 10 menit vasodilatasi lokal timbul dan plasma merembes dari venula kecil ke jaringan sekitarnya. Leukosit polimorfonuklear dan monosit makin kental dan melekat pada endothelium kapiler. Segera seteleh itu, sel akan berpindah dari kapiler serta memulai pembersihan sel rusak dan bekuan darah melalui proses fagositosis. Leukosit polimorfonuklear paling jelas terlihat selama tahap awal reaksi ini. Pada peradangan kronis, leukosit mononuklear merupakan fagosit dominan dan dapat bergabung membentuk sel datia. Pada fase inflamasi ini terdapat beberapa proses yang berlangsung yaitu hemostasis dan inflamasi.

2. Fase proliferasi atau fase fibroplasti

Fase proliferasi berlangsung dari akhir fase inflamasi sampai kira­-kira 3 minggu. Bersifat proliferasi dan pembentukan fibroblast yang berasal dari sel-sel mesenkhim. Fibroblas menghasilkan mukopolisakarida dan serat kolagen yang terdiri dari asam-asam aminoglisin, prolin dan hidroksiprolil. Mukopolisakarida mengatur serat-serat kolagen yang akan mempertautkan tepi luka. Serat-serat baru akan dibentuk, diatur, mengkerut, yang tidak diperlukan dihancurkan, dengan demikian luka mengkerut/mengecil.

Pada fase ini luka diisi oleh sel radang fibroblast, serat-serat kolagen, kapiler-kapiler baru, membentuk jaringan kemerahan dengan permukaan tidak rata, disebut jaringan granulasi.

Epitel sel basal di tepi luka lepas dari dasarnya dan pindah menutupi dasar luka, tempat diisi hasil mitosis sel lain. Proses migrasi epitel hanya berjalan ke permukaan yang rata atau yang lebih rendah, tak dapat naik.

Pembentukan jaringan granulasi berhenti setelah seluruh permukaan luka tertutup epitel dan mulailah proses pen"dewasaan" penyembuhan luka.

  1. Fase remodelling

a. Kolagen

Fase terakhir dan terlama dalam penyembuhan luka yaitu remodeling. Dapat berlangsung berbulan-bulan dan berakhir bila tanda radang sudah hilang. Proses utama yang terjadi yaitu remodelling kolagen yang dinamis dan pematangan jaringan parut. Penyimpanan kolagen pada hampir semua jaringan, termasuk luka merupakan keseimbangan antara aktivitas dan sintesis kolagen, dimana produksi dan degradasi ini berjalan terus menerus.

Remodelling kolagen selama fase ini bergantung pada berlangsungnya sintesis kolagen, dan adanya destruksi kolagen. Kolagenase dan matriks metalloproteinase (MMPs) terdapat pada luka untuk membantu pembuangan kolagen berlebihan pada sintesis kolagen baru yang berlangsung lama. Penghambat jaringan metalloproteinase membatasi enzim kolagenase ini sehingga terdapat keseimbangan antara pembentukan kolagen baru dan pembuangan kolagen lama.

Selama remodelling, fibronektin secara bertahap dan asam hyaluronat dan glikosaminoglikan akan digantikan proteoglikan. Kolagen tipe III digantikan oleh kolagen tipe I. Cairan diabsorbsi dari jaringan parut.

Fase remodelling atau fase resorbsi dapat berlangsung berbulan­-bulan. Dikatakan berakhir bila tanda-tanda radang sudah menghilang. Parut dan sekitarnya berwarna pucat, tipis, lemas dan tidak ada rasa sakit maupun gatal. Di sini proses kontraksi parut kelihatan dominan.

Pada fase ini terjadi proses pematangan yang terdiri dari penyerapan kembali jaringan yang lebih, pengerutan sesuai dengan gaya gravitasi dan akhirnya perupaan kembali jaringan yang baru terbentuk. Tubuh berusaha menormalkan kembali semua yang menjadi abnormal karena proses penyembuhan. Udem dan sel-sel radang diserap, sel muda menjadi matang, kapiler baru menutup dan diserap kembali, kolagen yang berlebihan diserap dan sisanya mengerut sesuai dengan regangan kira-kira 80% kemampuan kulit normal Hal ini kira-kira terjadi 3 - 6 bulan setelah penyembuhan.

b. Sitokin

Sitokin memungkinkan berjalannya seluruh komunikasi untuk interaksi antar sel. Mereka mungkin juga berperan penting dalam jalur farmakologis klinis diberbagai tempat penatalaksanaan penyembuhan luka. Misalnya, sitokin tampaknya mengatur peranan dan pengaturan fibrosis, penyembuhan luka kronik, cangkokan kulit, vaskularisasi, peningkatan kekuatan tendon dan barangkali juga mengendalikan proses keganasan. Sitokin merupakan protein non antibodi yang dilepaskan dari beberapa sel dan berfungsi sebagai mediator intraseluler. Sitokin terdiri dari limfokin dan interleukin.

FGF dasar (faktor pertumbuhan fibroblast) merupakan sitokin lain yang terikat pada heparin dan glikosaminoglikan yang mirip heparin. Sitokin ini merupakan suatu factor angiogenik yang kuat, menyebabkan migrasi sel epitel yang makin banyak, dan mempercepat kontraksi luka.

EGF (faktor pertumbuhan epidermis) adalah sitokin yang merangsang migrasi dan mitosis epitel. Sitokin ini dilaporkan dapat mempercepat reepitelisasi lokasi donor luka bakar.

II. Per Secundam

Proses penyembuhan ini terjadi lebih kompleks dan lebih lama. Luka jenis ini biasanya tetap terbuka. Dapat dijumpai pada luka-luka dengan kehilangan jaringan, terkontaminasi/terinfeksi. Penyembuhan dimulai dari lapisan dalam dengan pembentukan jaringan granulasi. Tujuan ini diperoleh dengan pembentukan jaringan granulasi dan kontraksi luka.

III. Per tertiam atau per primam tertunda

Disebut pula delayed primary closure. Terjadi pada luka yang dibiarkan terbuka karena adanya kontaminasi, kemudian setelah tidak ada tanda-tanda infeksi dan granulasi telah baik, baru dilakukan jahitan sekunder (secondary suture), setelah tindakan debridemen, dan diyakini bersih, tepi luka dipertautkan (4 - 7 hari).

IV . PENYEMBUHAN LUKA ABNORMAL

Keloid dan jaringan parut hipertropi.

Keloid adalah pertumbuhan yang berlebihan dari jaringan fibrosa padat yang biasanya terbentuk setelah penyembuhan luka pada kulit. Jaringan ini meluas melewati batas luka sebelumnya dan tidak mengalami regresi spontan dan cenderung tumbuh kembali setelah dilakukan eksisi. Keloid sulit dibedakan dengan scar hipertrofi, tetapi pada scar hipertrofik jaringan parut tidak meluas melampaui batas luka sebelumnya dan mengalami regresi spontan.

Beberapa faktor yang berpengaruh pada timbulnya keloid sebagai berikut:

  1. Herediter dan ras: pada bangsa negro lebih sering terjadi dibanding bangsa berkulit putih
  2. Umur dan faktor endokrin : keloid sering timbul pada usia muda, perempuan dan kehamilan.
  3. Jenis luka : keloid sering terjadi setelah adanya luka trauma karena bahan kimia, misalnya luka bakar, juga oleh proses peradangan yang lama sembuh.
  4. Lokasi trauma : luka dan peradangan yang terjadi di daerah presterna, kepala, leher, bahu dan tungkai bawah lebih mudah terjadi keloid.

V . FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYEMBUHAN LUKA

a. Faktor lokal:

1. Besar/lebar luka

Luka lebar atau besar biasanya sembuh lebih lambat dari luka kecil

2. Lokalisasi luka

Luka-luka yang terdapat di daerah dengan vaskularisasi baik (kepala dan

wajah) sembuh lebih cepat daripada luka yang berada di daerah dengan

vaskularisasi sedikit/buruk. Luka-luka di daerah banyak pergerakan (sendi

sendi) sembuh lebih lambat daripada di daerah yang sedikit/tidak bergerak

3. Kebersihan luka

Luka bersih sembuh lebih cepat dari luka kotor

4. Bentuk luka

Luka dengan bentuk sederhana sembuh lebih cepat. Misalnya vulnus ekskorisio atau vulnus scissum sembuh lebih cepat dari vulnus laceratum.

5. Infeksi

Luka terinfeksi sembuh lebih sulit dan lama..

b. Faktor umum:

1. Usia pasien

Pada anak-anak dan orang muda luka sembuh lebih cepat dibandingkan pada orangtua.

2. Keadaan gizi

Pada penderita dengan gangguan gizi misalnya malnutrisi, defisiensi dan avitaminosis vitamin tertentu, anemia, kaheksia, dan sebagainya, luka sembuh lebih lambat.

3. Penyakit penderita

Pada penderita dengan penyakit tertentu misalnya diabetes militus, terutama yang tak terkendali, luka sukar dan lambat sembuhnya

ak dapet tambahan juga dr blog puskesmas jg,, tpi di-check lg kalo salah ya...^_^v

Penatalaksanaan

  • Antisepsis sekitar luka
    1. Cuci dengan betadine
    2. Pada fraktur terbuka : cuci dengan NaCl 0,9%
  • Antisepsis luka
    1. Untuk luka kotor : cuci dengan H2O2 (perhidrol) kemudian NaCl 0,9%
    2. Untuk fraktur terbuka : cuci dengan NaCI 0,9%
    3. Untuk luka bersih : cuci
    4. Selanjutnya beri betadine -> untuk semua jenis luka
  • Hecthing (Jahit) kalau memang diperlukan

Perhatikan :

luka dengan fraktur/ruptur tendon jangan dijahit, tetapi dicuci dengan NaCl 0,9% -> tutup dengan kasa steril, bila ada perdarahan -> ditampon / verban -> rujuk ke RSUD.

Pengobatan

  • Bila luka kotor/lebar/dalam beri ATS 1.500 IU (tes dulu) atau TT 0,5 ml
  • Inj. PP (tes dulu) atau inj Ampisilin 4x500mg-1gr per hari
  • Amoksisilin 3-4×500 mg
  • Analgesik -> jika perlu

Catatan Penting

  • Luka lecet cukup diolesi betadine tanpa ditutup, tanpa ATS, tanpa AB
  • Luka kecil yang hanya membutuhkan 1 jahitan boleh tanpa anestesi
  • Anestesi lokal diberikan sebelum luka dibersihkan, untuk mengurangi rasa sakit
  • Luka pada kepala, cukur dulu sekitar luka sebelum dijahit. Jahitan pada kepala dapat diangkat pada hari kelima atau kurang
  • Luka yang cukup dalam harus dijahit berlapis, bagian dalam memakai cut gat dan bagian luar memakai silk
  • Luka yang cukup panjang, jahitan sebaiknya mulai dari tengah
  • Luka berbentuk V, sudut dasar V dijahit terdahulu
  • Luka yang banyak mengeluarkan darah, terlebih dahulu klem dan jahit yang rapat pada sumber darah. Jika darah berhenti -> jahitan dilanjutkan.
  • Setelah selesai dijahit ternyata masih merembes -> bongkar -> Jahit ulang -> bekas jahitan didep agak kuat. Jika masih merembes -> rujuk ke RSUD
  • Pada kondisi terputusnya pembuluh darah besar -> klem/dep/ tampon yang kuat dengan kasa steril -> rujuk ke RSUD dengan infus terpasang
  • Selesai menjahit, dengan pinset sirurgi tepi kulit dibuat ektropion (membuka keluar)
  • Kontrol sebaiknya pada hari 3-4 setelah dijahit -> angkat jahitan pada hari ke 6-7
  • Pada luka yang terlalu panjang atau terjadi infeksi -> jahitan diangkat selang-seling (tidak sekaligus)
  • Pada waktu mengangkat jahitan, benang yang dipotong yaitu pada ujung yang berlawanan dengan simpul (untuk menghindari benang bagian luar ikut menyusup ke dalam)
  • Kalau pada jahitan terdapat PUS -> buka -> bersihkan, kompres dengan Revanol 2 kali sehari
  • Tidak semua luka perlu ATS -> lihat kriteria di atas




Tidak ada komentar: